Pagi ini seperti biasa
setiap kegiatan yang ku mulai dari bangun tidur sampe tidur lagi, selalu ku
tulis di buku diary bersampul warna merah jambu kesayanganku. Kenapa
kesayangan? karena itu hadiah dari someone.
Katanya sih biar aku
ngga sembarangan nulis curhatan di tembok, di daun pisang buat bungkus masakan nyokap,
di meja belajar adek dan tempat tak terduga lainnya. Dia memang pacar yang
perhatian ya. (¬,¬”)
“Anna.. buruan Rama udah jemput
nih.” Teriak mama dari teras rumah.
“Dih, si mama kita lagi ngga di
hutan belantara kan? Ngga usah pakek teriak deh.” Aku buru-buru nyusul ke
teras.
“Abisnya kamu dandan dari tadi
lama banget ngga kelar-kelar. Heran deh mama.”
“Mama sayang, ini kan hari
istimewa. Iya kan sweetheart?” Kata ku beralih ke Rama. Bukannya membenarkan
kata-kataku dia malah memberi reaksi andalannya ‘tersenyum’. “Lupakan.” Lanjut
ku. “Ya udah, kita berangkat dulu ya ma. Daaaah.”
“Hati-hati
di jalan ya sayang. Rama jangan ngebut ya, mama titip Anna.” Kata mama lalu
mencium keningku juga Rama.
Yah, Raditya Kusuma Ramadhan
cowok yang kini duduk di jok depan motor Megapro merah ini memang pacar
super. Punya hoby basket yang membuatnya memiliki badan six pack plus tinggi,
kulit kecoklatan, rambut kayak landak, selain itu dia juga punya senyum yang
indah. Cukup ! Berhenti membayangkan sosoknya, aku yakin kalian bakal iri kalo
ngeliat kami jalan berdua, Hªhªhª .
Sedangkan aku sendiri Annanda
Apriliana, cewek sederhana berpostur tubuh lumayan ideal, dengan rambut
bergelombang dan kulit agak putih. Aku punya banyak nama panggilan, ada yang
manggil Anna-lah, Nana-lah, Nanda-lah,
April-lah, terserah kalian deh mau manggil apa yang penting jangan panggil aku
Bambang ya, karena itu bukan namaku. (˘_˘”)
Sekarang aku duduk di bangku
kelas XII di salah satu SMK swasta dan memilih masuk bidang kefarmasian.
Aku masuk sekolah yang katanya
sekolah super sibuk ini, karena alasan mulia yang aku simpan sendiri. Hªhªhª ~(‾▿‾~)~(‾▿‾)~(~‾▿‾)~
“Aku ke kelas dulu ya nyet, ntar
ada latihan basket abis pulang sekolah. Ngga papa kan kalo kita perginya nunggu
aku selesai latian dulu?” Kata Rama setelah kmi sampai di depan kelasku.
“Rama.. aku bukan piaraan kamu
ya!”
“Tapi aku suka monyet lho..”
“Sayangnya aku bukan monyet tuh.”
“Dih, ratu monyet pagi-pagi udah cemberut aja kenapa tuh raja monyet?” sahut
Angga yang kebetulan hendak masuk kelas.
“Eh, anak monyet diem dulu ya.
Aku lagi ngomong sama si cantik nih.” Jawab Rama.
“Iya deh papa monyet, saya
permisi lewat ya, hahaha”
“Gimana sayang?” Tanyanya lagi,
kali ini sambil menggenggam kedua tanganku.
“Iya deh, tapi jangan...”
“Iya, ngga akan lama kok sayang. Ya udah sana masuk kelas gih, aku juga ke
kelas dulu ya. Sampai ketemu nanti dear.”
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“Kita mau kemana nyet?”
“Makan dulu yuk laper nih.” Akhirnya
akupun mengalah dengan panggilan monyet. (╥_╥)
Kami berhenti di sebuah
food court di mall yang kami datangi. Sambil menunggu pesanan kami datang
dengan tidak sengaja muncul ide iseng di kepalaku. Aku mengambil Hp di tas
vintage yang sedari tadi ku pangku dan pura-pura memainkannya, padahal asik
ngambil gambar cowok unyu di depan ku ini.
‘Rama maaf ya, buat
kenang-kenangan suatu saat nanti’. Tiba-tiba ada perasaan asing yang menusuk
ulu hati. ‘Kenang-kenangan? Ngga ada yang bakal dikenang dia akan selalu di
samping ku dan akan terus begitu’.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
“Sayang kita mau kemana?
Ini kan bukan jalan ke rumahku?”
“Kalo kita ngga langsung pulang
ngga papa kan nyet?”
“Iya.. ngga apa-apa sih, tapi
kita mau kemana?” Tanya ku penasaran, tapi dia hanya diam dan aku yakin
sebenarnya dia lagi tersenyum, cuma aku ngga bisa liat aja. Kamipun berhenti di
sebuah masjid megah, di halaman depan masjid terdapat papan bertuliskan Masjid
Al-Imam, nama yang indah.
“Kita sholat dulu di sini ya
sayang.” Katanya.
“Iya.” Jawabku senang.
Dia lalu tersenyum dan
menggandeng tanganku menuju masjid tersebut. Kami sholat Isya’ berjamaah, hanya
berdua memang. Rama mengimami sholat kami dengan khusu’.
Hari ini benar-benar istimewa,
terima kasih Allah, terima kasih Rama, malam ini– sangat– indah.
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri sayang?”
tanya Rama seusai sholat.
“Ngga apa-apa kok, aku cuma
seneng aja bisa jamaah sama kamu.” Jawabku sambil tersenyum lebar.
“Kamu ini lucu banget sih, kenapa
ngga bilang dari dulu? Kan kita bisa sering-sering jamaah bareng.” katanya
sambil mencubit pipiku dengan lembut. “Oiya, aku punya sesuatu nih buat kamu,
tutup mata ya.” Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari tas punggungnya.
Kemudian ada sesuatu yang
menyentuh leherku, sebuah kalung dengan bandul nama RamAnna.
“Rama.. Ini bagus bangeeettt, makasih
ya dear.. Terima kasih untuk hadiah ini, untuk kehadiranmu di sini, untuk semua
kebaikkanmu, untuk kebahagiaan ini dan untuk segala-galanya.” Ucap ku seraya
menatap dalam kedua bola matanya.
Dia hanya tersenyum ke arah ku,
memegang tanganku dan menengadahkannya. “Berterima kasihlah pada-Nya.” Balas
mu.
Terima kasih ya Tuhan, untuk
kebersamaan kami di malam yang indah ini, untuk canda tawa yang pernah kami
ukir bersama, untuk harapan yang telah kami rajut bersama dan untuk
karunia-karunia indah-MU lainnya. Kami akan terus saling peduli, menjaga,
mengasihi dan mendoakan satu sama lain sebagai bukti rasa syukur kami pada-MU.
Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati)
kamu menjadi puas.
Setelah sholat Rama menepikan
motornya di sebuah taman kecil tak jauh dari masjid. Kami lalu duduk di salah
satu bangku taman tersebut menggauli malam dengan canda tawa. Aku menyandarkan
kepalaku di bahunya.
“Hey, kamu berat dear.” Protes
Rama.
“Sudah, tahan saja. Aku hanya
ingin begini sebentar.” Ucap ku membela diri. Dia lalu tertawa kecil dan
memeluk pundakku
“Sayang, lihat deh! Bintang malam ini banyak
ya, indah lagi.” Seru ku senang.
“Tenang aja suatu saat nanti, aku
akan membawakannya untukmu.” Sahutnya sambil mengacak-acak poni depanku.
“Ohya ? Yang paling indah yaa.”
Pinta ku.
“Iya, nanti akan ku ambilkan.”
Ucap Rama sambil mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingku.
Kami segera pulang, sang waktu
sepertinya cemburu pada kami malam ini, sehingga ia berjalan begitu cepat.
Aku tidak akan melupakan hari ini
begitu saja, semua yang kami lalui hari ini akan ku simpan rapat –dalam kotak
ingatanku– dan tidak akan ku biarkan seorangpun yang bisa membukanya dan
memaksanya menghilang begitu saja.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Aku menutup buku berwarna merah
muda yang sedari tadi ku baca dengan khidmad di samping tempat peristirahatan
terakhir seseorang yang selama 4 tahun telah menemani ku mewarnai kanvas
kehidupan yang aku punya.
“Sayang, kamu ngga capek setiap
ke makam Rama selalu bacain cerita itu?” pertanyaan tante Ayu–mamanya Rama–membangunkan
lamunanku.
“Ngga ah tante, saya ngga akan
pernah capek ataupun bosen baca ini tante.” Aku menjawab seraya menunjuk buku
yang ku bawa. “Rama juga ngga akan bosen dengerin cerita saya kan tante? Rama
pasti seneng di atas sana.. kalo tau saya ngga lupa.. sama masa-masa itu.” Kata-kataku terbata menahan sesuatu di pelupuk
mata yang memaksa keluar.
Inilah salah satu alasan kenapa
aku masuk sekolah kesehatan ini, aku pengen semua orang di sekitar ku yang aku
sayang ataupun yang sayang sama aku tetep sehat, supaya mereka selalu ada buat
menemani ku mengukir senyum selamanya.
Tiba-tiba
ingatan itu menyelinap dalam otak kecilku, kejadian saat aku di rumah
sendirian.
Dengan terburu-buru
aku menyambar hp di atas meja belajarku dan setelah menemukan nomor Rama di
kontak hp, aku kemudian memencet tombol panggil.
“Kamu dimana?
Bisa ke rumah sekarang? Aku takut di rumah sendirian.” Kata ku waktu itu seraya
merengek.
“Haha, kamu
ini udah gede Anna, masih aja takut di rumah sendirian. Sayang, denger ya Allah
kan selalu bersama kita. Dia ngga akan pernah meninggalkan kita, maka jangan
juga meninggalkan-Nya. Kalau masih ngerasa sendiri juga, berarti jelas kita udah
ngga ingat Dia. Coba sholat deh, udah masuk waktu dzuhur juga nih, aku lagi
ngerjain tugas di rumah Angga nih, tunggu ya sebentar lagi selesai kok. Nanti
aku ke sana deh.” Katanya panjang lebar tapi tak satu katapun ku lupakan.
Aku merasakan kehampaan sejenak, aku
ngga bakal lupa kata-kata sejuk yang pernah kamu ucapin tempo hari Rama, aku
ngga bakal sendirian kan? Ada Allah juga ada kamu di sini dan dimanapun aku
berada. Tiba-tiba ada perasaan tak beraturan menyusup hatiku.
Aku merasa ada sentuhan lembut di
bahuku dan harum parfum ini, aku tau pasti siapa dia. Akupun menoleh dan
melihat sosok Rama tersenyum ke arah ku. Aku tau kamu ada di sini sayang. Senyum
itu, masih sama seperti setiap kamu menyapa ku, tulus dan ringan.
Ngga, senyum yang ini–bahkan–lebih
indah Rama. Dan perlahan sosok itu menghilang, tetapi tidak dengan kenangan
yang pernah dia berikan untuk ku dan untuk kehidupan ku.
(~˘▾˘)~ selesai ~(˘▾˘~)